BeritaKota Banjarbaru

Komisi III DPR RI Desak Penyelesaian Kasus Mama Khas Banjar lewat Restorative Justice

36
×

Komisi III DPR RI Desak Penyelesaian Kasus Mama Khas Banjar lewat Restorative Justice

Share this article

Penulis: V

Komisi III DPR RI Desak Penyelesaian Kasus Mama Khas Banjar lewat Restorative Justice

HABAR BANJAR — Tekanan agar perkara Toko Mama Khas Banjar tidak berlanjut ke meja hijau kembali menggema di Senayan. Dua anggota Komisi III DPR RI—Endang Maria Agustina dan Rikwanto—sepakat mendorong aparat hukum memilih jalur restorative justice demi melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Endang Maria Agustina menilai penanganan kasus yang menjerat pemilik toko ikan asin dan olahan Banjar itu “lebih tepat diselesaikan secara non‑litigasi.” Ia mengingatkan, Undang‑Undang Kejaksaan dan Peraturan Kapolri No 8/2021 telah membuka ruang pemulihan berbasis musyawarah antara pelaku, korban, dan komunitas. “Fokusnya bukan menghukum, melainkan memulihkan kerugian konsumen tanpa mematikan usaha rakyat,” ujarnya di kompleks DPR, Jumat (16/5).

Senada, Rikwanto—juga dari Fraksi Partai Golkar—dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III bersama Kementerian Koperasi & UMKM, Kapolda dan Kajati Kalsel, mempersoalkan urgensi membawa perkara etik label kedaluwarsa ke pengadilan. “UU Perlindungan Konsumen dan UU Pangan memang lex specialis, tetapi penerapannya harus bijak. Kalau semua pelanggaran label dipidana, besok pasar tradisional bisa kosong,” tegas mantan Kapolda Kalteng itu pada Kamis (15/5).

Kasus bermula dari laporan konsumen 6 Desember 2024 yang menemukan produk tanpa tanggal kedaluwarsa di Toko Mama Khas Banjar, Banjarbaru. Ditreskrimsus Polda Kalsel menetapkan pemilik Firli sebagai tersangka dan menahan­nya. Sejak itu, toko tutup, dan keluarga mengaku terpukul secara finansial maupun mental.

Dalam RDP, Kapolda Kalsel memaparkan proses penyidikan telah mematuhi prosedur. Namun Komisi III meminta evaluasi, termasuk potensi pencabutan laporan bila kerugian korban telah diganti dan pelaku berkomitmen memenuhi standar keamanan pangan.

Kementerian Koperasi & UMKM menyambut baik jalan damai tersebut. “Restorative justice menjadi win‑win: masyarakat terlindungi, UMKM tetap hidup,” kata Deputi Usaha Mikro.

Komisi III memberi waktu dua pekan bagi para pihak—Polda, Kejaksaan, Pemkot Banjarbaru, dan perwakilan konsumen—untuk merumuskan skema pemulihan, mulai dari ganti rugi, pendampingan sertifikasi, hingga edukasi pelabelan. Rapat lanjutan dijadwalkan awal Juni 2025.

Jika tercapai kesepakatan, Kejaksaan dapat menerbitkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana diatur Surat Edaran JAM Pidum No 3/2020. “Harapannya, kasus Mama Khas Banjar menjadi preseden bagi penanganan UMKM agar berkeadilan dan berperikemanusiaan,” tutup Endang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *