BeritaSosial

WALHI Kalsel-Kalteng Gelar Aksi di Jembatan Barito: Tuntut Penghentian Deforestasi Tambang Batubara

16
×

WALHI Kalsel-Kalteng Gelar Aksi di Jembatan Barito: Tuntut Penghentian Deforestasi Tambang Batubara

Share this article

WALHI Kalsel-Kalteng Gelar Aksi di Jembatan Barito: Tuntut Penghentian Deforestasi Tambang Batubara

Habar Banjar – Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, WALHI Kalimantan Selatan dan WALHI Kalimantan Tengah menggelar aksi damai di Jembatan Barito, Kalimantan Selatan, pada Minggu (1/6).

Aksi ini menjadi panggung perlawanan terhadap maraknya deforestasi yang dipicu ekspansi tambang batubara di pulau Kalimantan.

Dalam aksi ini, WALHI menyoroti masih dominannya penggunaan energi fosil dan eksploitasi sumber daya alam dalam kebijakan pembangunan nasional.

Ketergantungan ini dinilai mempercepat laju krisis iklim serta memperburuk kerusakan ekologis, terutama di wilayah Kalimantan yang selama ini menjadi paru-paru Indonesia.

Dipilihnya Jembatan Barito bukan tanpa alasan. Jembatan yang membentang di atas Sungai Barito ini menghubungkan Kalimantan Selatan dan Tengah, serta menjadi titik krusial di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang kini menghadapi tekanan ekologis serius.

Sungai Barito yang dulunya menopang kehidupan masyarakat kini justru beralih fungsi sebagai jalur utama distribusi hasil tambang batubara.

“Barito telah berubah dari sumber kehidupan menjadi koridor eksploitasi sumber daya. Tongkang batubara lalu-lalang setiap hari, membawa kekayaan keluar dari Kalimantan namun meninggalkan krisis bagi masyarakat lokal,” ujar Raden Rafiq, Direktur Eksekutif WALHI Kalsel.

Data pemantauan WALHI dan laporan dari Auriga Nusantara menunjukkan bahwa Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan dan Tengah, menjadi pusat deforestasi terbesar di Indonesia.

Tahun 2023, Kalsel kehilangan 16.067 hektar hutan, sementara Kalteng mencatat deforestasi lebih dari 63.000 hektar dalam dua tahun terakhir.

Kawasan hutan yang dulunya menjadi wilayah adat dan sumber ketahanan ekologis, kini berubah menjadi area konsesi tambang, jalur hauling, dan terminal batubara.

Di Kalsel, sekitar 399 ribu hektar wilayah telah dikuasai izin tambang, bahkan mengancam kawasan karst seluas 356 ribu hektar. Di Kalteng, izin tambang mencakup satu juta hektar, sebagian besar berada di kawasan DAS Barito yang vital.

WALHI menilai pemerintah gagal menjalankan fungsi perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat adat. Banyak wilayah yang seharusnya dilindungi, seperti lahan gambut dan sempadan sungai, justru dilepas menjadi area konsesi tambang.

“Deforestasi tidak hanya menghancurkan hutan dan biodiversitas, tapi juga menjadikan masyarakat adat sebagai korban dalam proyek pembangunan yang eksploitatif. Pemerintah lebih condong berpihak kepada kepentingan modal daripada rakyat dan alam,” tegas Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalteng.

Dalam aksi simbolik ini, para aktivis membentangkan spanduk bertuliskan: “Hentikan Deforestasi, Tambang Merusak Hutan, Sungai, dan Masa Depan Masyarakat Adat. Transisi Energi Sekarang. Save Meratus. #EndCoalNow”. Mereka juga melakukan susur Sungai Barito di antara lalu lintas kapal tongkang batubara, sebagai bentuk protes terhadap kerusakan ekologis yang terus berlangsung.

Aksi ini menjadi pengingat bahwa Sungai Barito bukan hanya tempat sakral dalam kehidupan masyarakat, tapi kini juga menjadi saksi dan korban dari eksploitasi tanpa batas yang menggerus daya dukung lingkungan Kalimantan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *