
HABAR BANJAR – Fenomena “thrift” atau berburu pakaian bekas impor semakin menjamur di Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Daya tarik harga yang murah dan label merek luar negeri seringkali menutupi fakta bahwa barang-barang ini merupakan komoditas ilegal yang membawa risiko serius bagi kesehatan individu dan stabilitas ekonomi nasional.
Pemerintah telah secara tegas melarang impor pakaian bekas, namun peredarannya masih masif. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahaya tersembunyi di balik tumpukan pakaian thrift impor ini.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru-baru ini memusnahkan 500 balpres pakaian bekas impor hasil penindakan di sejumlah wilayah. Pemusnahan tersebut menjadi bagian dari operasi besar yang telah menyita 19.391 balpres, di mana 16.591 balpres atau sekitar 85 persen di antaranya telah dimusnahkan sejak pertengahan Oktober. Kemendag menegaskan impor pakaian bekas merupakan aktivitas terlarang karena berdampak buruk pada kesehatan dan industri tekstil nasional.
Dokter spesialis kulit dan kelamin menyebut pakaian bekas dapat mengandung berbagai agen infeksi seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit.
Kontaminasi tersebut dapat menyebabkan sejumlah penyakit kulit, di antaranya:
-
Skabies (Kudis): Penyakit kulit yang sangat menular disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Pakaian bekas adalah media ideal bagi tungau ini untuk berpindah dari satu pengguna ke pengguna lain. Gejalanya berupa rasa gatal hebat, terutama malam hari, dan ruam kulit.
-
Infeksi Jamur (Kurap, Panu): Jamur seperti Tinea sp. dapat tumbuh subur di serat pakaian yang lembap dan kotor. Infeksi jamur pada kulit (tinea korporis/kurap) atau kepala (tinea kapitis) seringkali ditandai dengan ruam kemerahan melingkar atau bercak putih bersisik.
-
Infeksi Bakteri: Pakaian yang terkontaminasi oleh cairan tubuh (keringat, darah, nanah) dapat membawa bakteri penyebab penyakit kulit seperti Impetigo atau folikulitis. Bakteri dapat bertahan hidup di serat kain, dan penularannya terjadi saat pakaian bersentuhan dengan kulit.
Potensi Paparan Bahan Kimia Berbahaya
Selain mikroorganisme, proses penyimpanan, pengawetan, atau bahkan pewarnaan ulang pakaian bekas yang tidak standar dapat meninggalkan residu kimia berbahaya.
-
Formaldehida: Zat ini sering digunakan sebagai desinfektan atau pengawet pakaian selama pengiriman dan penyimpanan dalam waktu lama. Kontak kulit dengan formaldehida dapat memicu reaksi alergi (dermatitis kontak), iritasi mata, hidung, dan tenggorokan. Dalam jangka panjang, paparan tinggi formaldehida di udara telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker tertentu.
-
Pestisida dan Fungisida: Zat kimia ini mungkin disemprotkan pada bal-bal pakaian (kemasan besar pakaian bekas) untuk mencegah kerusakan oleh hama atau jamur selama transportasi. Residu zat ini dapat terserap oleh kulit dan menyebabkan iritasi.
-
Logam Berat: Jika pakaian dicelup ulang (re-dyed) dengan bahan yang tidak aman, residu logam berat berpotensi menempel pada kain dan berisiko saat bersentuhan dengan kulit.
Tenaga kesehatan menyarankan agar masyarakat lebih selektif dan berhati-hati. Jika tetap menggunakan pakaian bekas, proses pembersihan wajib dilakukan secara menyeluruh, termasuk pencucian dengan air panas, penggunaan deterjen antiseptik, serta penjemuran di bawah sinar matahari.
Dengan kesadaran kolektif, kita dapat menjaga kesehatan diri dan turut berpartisipasi dalam melindungi industri nasional dari ancaman barang ilegal.











