
Kota Banjarbaru, habarbanjar — Cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini memberikan dampak nyata bagi para petani di Banjarbaru. Mengutip dari MediaIndonesia, produksi sayuran dan palawija mengalami gangguan signifikan yang mengancam ketahanan pangan lokal.
Dwi Putra Kurniawan, Ketua DPW Serikat Petani Indonesia Kalimantan Selatan, menjelaskan bahwa perubahan cuaca yang tak menentu menyulitkan petani dalam penjadwalan tanam dan perawatan tanaman. “Tanaman sangat bergantung pada kondisi cuaca yang stabil. Ketika musim kemarau yang seharusnya terjadi malah terganggu dengan hujan lebat atau sebaliknya, ini menyebabkan stres bagi tanaman yang berdampak pada rendahnya hasil panen,” ujarnya.
Yosef Luky Dwi Prasetya, Fungsional PMG Madya Stasiun Klimatologi Kalimantan Selatan, menambahkan, data prakiraan cuaca dari BMKG kerap menjadi acuan petani. Namun, kondisi cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi makin menyulitkan prediksi dan antisipasi. “Kita selalu menganjurkan petani untuk fleksibel dalam menghadapi cuaca, tapi tantangan besar tetap ada,” katanya.
Sementara itu, Zainul Arifin, Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan, menggarisbawahi pentingnya pengawasan dan langkah cepat untuk meminimalisasi risiko. “Kami melakukan berbagai upaya termasuk sertifikasi benih unggul dan pengawasan hama untuk mendukung petani. Namun, kondisi cuaca seperti ini tentu menambah beban petani,” ujarnya.
Fenomena cuaca ekstrem ini adalah bagian dari perubahan iklim yang kian nyata dirasakan para petani di daerah, mengancam hasil produksi sekaligus keuangan mereka. Para narasumber sepakat bahwa kolaborasi antara instansi terkait, petani serta penyebaran informasi prakiraan cuaca yang tepat waktu dan akurat adalah kunci untuk mengurangi dampak buruknya.
Dengan situasi yang penuh tantangan ini, dibutuhkan inovasi dan adaptasi yang cepat agar produksi pangan di Banjarbaru tetap berkelanjutan dan petani bisa bertahan menghadapi cuaca yang semakin tidak menentu.