BeritaPolitik

Indonesian Corruption Watch Peringati Potensi Praktik Kecurangan di Pileg 2024 Kembali Terulang di Pilkada

226
×

Indonesian Corruption Watch Peringati Potensi Praktik Kecurangan di Pileg 2024 Kembali Terulang di Pilkada

Share this article

Indonesian Corruption Watch Peringati Potensi Praktik Kecurangan di Pileg 2024 Kembali Terulang di Pilkada

HABARBANJAR.COM, Jakarta — Egi Primayogha, Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) menilai berbagai praktik kecurangan yang terjadi secara vulgar pada Pemilu 2024 berpotensi akan kembali terjadi pada Pilkada 2024 nanti.

“Praktik kecurangan pemilu yang terjadi secara vulgar pada Februari lalu itu, berpotensi terjadi kembali pada Pilkada 2024. Meliputi banyak hal, baik itu politik uang, bansos, dan sebagainya termasuk juga politik dinasti,” kata Egi dalam diskusi bertajuk ‘Kecurangan Pilkada 2024: Dari Dinasti, Calon Tunggal, dan Netralitas ASN’, di Jakarta, Selasa (13/8/2024).

Egi menyatakan bila melihat hasil perselisihan hasil Pemilu Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), dengan adanya dissenting opinion dari tiga hakim dan tak ada pengungkapan yang adil terhadap kecurangan yang terjadi di Pemilu 2024, maka yang terjadi adalah normalisasi. “Orang-orang akan berani untuk melakukan praktik kecurangan dan itu sekali lagi akan terjadi di Pilkada 2024,” ujar nya.

Egi mengungkapkan hal pertama, berkaitan dengan pengerahan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan turut marak terjadi di Pilkada 2024. “Ternyata di pilkada itu lebih marak, karena kepala daerah itu terutama incumbent atau pejabat sekarang, andai kata dia mendukung salah satu calon, dia bisa mengarahkan ASN untuk memilih kandidat yang ia dukung. Itu modus pertama,” terang Egi.

Kemudian kedua, yakni politik gentong babi yang berkaitan dengan pemberian bantuan sosial (bansos). “Kami duga ini juga akan semakin marak, apalagi kemarin ternormalisasi dari Pemilu 2024 ada bagi-bagi sembako untuk merayu voters agar memilih calon yang memberikan bansos,” tutur Egi.

Terakhir, mengenai kotak kosong yang sebenarnya bukan menjadi fenomena baru, yang digunakan untuk memenangkan kandidat tertentu. Padahal, menurut dia, latar belakang hadirnya kotak kosong adalah sebagai bentuk protes atau perlawanan publik terhadap parpol yang tidak mampu menyediakan calon alternatif.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *